m3rap1, g3mpa, tsunami dan L4pindo


1.       Pongah, Wiwik dan Edi yang tinggal di Yogyakarta, aman-aman saja dengan adanya letusan Gunung Merapi bulan Nopember 2010. Tempat tinggal mereka masih jauh dari Zona bahaya. Memang mereka terkena dampak hujan abu vulkanik tetapi relatif hanya sedikit.
 
Mereka juga aman-aman saja dari banjir lahar dingin Merapi di K.Code Yogyakarta. Tempat tinggal mereka jauh dari K. Code
Sementera itu gempa – gempa agak kecil sebelum dan selama meletusmya Gunung Merapi, tidak menimbulkan gangguan / kerusahakan rumah tempat tinggal mereka

2.       Gempa bumi lain yang pusatnya di laut sebelah selatan Garut / Tasikmalaya telah mengakibatkan sedikit kerusakan rumah tempat tinggal Yoga Modjoko di Tasikmalaya.

 3.   Masih ingat semburan lumpur panas Sidoarjo sejak 29 Mei 2006 ? Soeharmadji, Febri Mudjito dan Yuda Sri Yumani Alm, yang tempat tinggalnya di Sidoarjo, aman – aman saja dari semburan dan luapan lumpur panas tersebut. Tempat tinggal mereka masih jauh (lebih dari 10 km) dari pusat semburan di Porong Sidoarjo. Hanya saja lalu lintas Porong – Sidoarjo semakin merambat dan kadang – kadang macet..

4.       Gempa bumi cukup besar tgl 26 Mei 2006 di Yogyakarta, mengakibatkan sedikit kerusakan rumah tempat tinggal Pongah di Yogyakarta. Sudah diperbaiki

5.     Saudara sepupu Margawati  Dahlia (isteri Mudjoko) ikut menjadi korban tsunami tgl 26 Desember 2004 di Aceh. Dia bersama isteri, 3 orang anaknya, serta sepasang suami istri mertuanya habis dan hilang ditelan tsunami. Salah seorang anaknya (saat itu 6 th) selamat karena tersangkut dipohon besar dan berpegang pada suatu tali yang kebetulan ada dipohon tadi

anak buyut canggah


Buyut dan Canggah Kartonyono
1.       Statistik Pendidikan
a.       Dari 6 orang anak Kantonyono yang berpendidikan Sarjana Strata 1 = 2 orang, SMP/ST = 2 orang, SR/SD = 2 orang.
b.      Dari 26 orang cucu Kartonyono yang berpendidikan Sarjana Strata 2 = 3 orang, Strata 1 = 12 orang, D1 – D3 = 3 orang, SMA / SMK = 6 orang, SMP dll. = 2 orang.
c.       Dari 53 orang buyut Kartonyono yang berpendidikan Sarjana Strata 2 = 3 orang, Strata 1 = 8 orang, D1 – D3 = 3 orang, SMA / SMK = 4 orang, masih kuliah = 5 orang, sisanya 30 orang sedang sekolah SMA/SMP/SD/TK dan belum sekolah.
d.      Dari 26 canggah Kartonyono yang sudah kuliah baru 1 orang, yang 25 orang sedang sekolah SMA/SMP/SD/TK/belum sekolah
2.       Statistik rekor dikalangan keluarga besar Kartonyono
a.       Paling tinggi :  Panji (anak Wiwik)     = 184 cm
b.     

1
 
Paling berat  :  Joi     (anak Mudjoko) > 100 Kg
c.       Rumah Makan rawon tertua (lebih dari setengah abad ; generasi ke-3) adalah Rumah makan rawon yang dikelola Gumik (isteri Heru) di Ngunut.
d.      Nama – nama 4 orang dari 5 bersaudra berawalan yang sama : Anto, Andi,  Anton,  Antin   (anak Soeharmadji)
e.       Tiga kota terjauh tempat pernikahan : 1) Medan (Yoga Mudjoko),      2) Pekanbaru  (Totok Soedjiem),   3) Bengkulu (Andi Soeharmadji)
f.       Usia paling panjang : Moekmin,  suami  Pongah  (lahir th 1920, wafat th 2005 pada usia 85 th)
g.      Pemegang rekor terbanyak :   Pongah   yaitu :
-          Menikah paling muda    (14 th)
-          Usia pernikahannya paling lama  (63 th, menikah th 1942 suaminya wafat th 2005)
-          Saati ini berusia paling tua,  82 th   ( lahir th 1928 )
-          Anak paling banyak (11 orang) 3 diantaranya meninggal saat masih bayi / kecil
3.       Anggota keluarga besar Kartonyono yang sudah wafat sebanyak 14 orang, yaitu :
a.       Misran, suami Maesringah, wafat th 1976 pada usia 61 th
b.      Gendut Ranusuwito, anak bungsu Moesringah, wafat th 1985 pada usia 30 th
c.       Djoemadi, wafat th 1986 pada usia 64 th
d.      Siti Moerwani, isteri Djoemali wafat th ...... pada usia ....... th
e.       Hadi, Suami Wiwik Pongah, wafat th 1995 pada usia 37 th
f.       Moesringah, wafat th 1997, pada usia 72 th
g.      Narwanti, isteri Mudianto Moesringah, wafat th .... pada usia ..... th
h.      Sri Yunani, anak ke – 4 Pongah, wafat th 2003, pada usia 52 th
i.        Moerdoto, suami Mudjiastuti Pongah, wafat th 2004, pada usia 63 th
j.        Moelyadi, suami Saedjem, wafat th 2005, pada usia ..... th
k.      Moekmin, suami Pongah,   wafat th 2005, pada usia 65 th
l.       


 
Mudianto, anak sulung Moesringah, wafat th 2006, pada usia 62 th
m.    Y.S Hendra, wafat th 2006, pada usia 76 th.
n.    Moedjito, wafat hari sabtu tgl 24 September 2011 pada usia 66 tahun
4.       Anggota keluarga besar Kartonyono yang saat ini  berusia lebih dari 60 th  =8 orang, yaitu Pongah 82 th, Soedjiem 74 th, Soeharmadji 72 th, Soeminten (istri Soeharmadji) ........ th, Mudjito 66 th, Sustiah (isteri Mudjito) 64 th, Mudjoko 64 th, Mudjiastuti 61 th, Berusia antara 50 – 60 th = 7 orang yaitu : Risniati (60 th), Yohn (57 th), Yeti (istri Yohn .... th) Margawati  ( isteri Mudjoko; 57 th.), Wiwik (53 th), Heru (51 th), Agus (50 th), Edi (50 th).

peristiwa 2010


1.       Dalam th 2010 telah lahir 4 (empat) orang  canggah Kartonyono, yaitu :
a.       Anak ke-3 Febri-Mudjito, di Sidoarjo
b.      Anak ke-2 Yoga Mudjoko, di Tasikmalaya
c.       Anak pertama Fista-Heru, di Tulungangung
d.      Anak pertama Yuda Sri Yunani Alm, di Sidoarjo
2.       Dalam th 2010, ada 3 peristiwa pernikahan
a.       Yusti,  anak sulung Agus Murwani Putra, telah melangsungkan pernikahan pada tgl 3 Juli 2010 di Surabaya
b.      Jojo, anak ke-4 atau anak bungsu Y.S Hendra Alm, telah melangsungkan pernikahan pada tgl 19 November 2010 di Malang
c.       Wiidji, anak Moeseni  adik Yatinah yang berarti saudra sepupu anak-anak Kartonyono telah melangsungkan pernikahan di Surabaya. Janda yang berusia sekitar 65 th itu telah menemukan jodohnya lagi.

tentang mbah soehar


VI.   SOEHARMADJI   ( 1938 )

A.      MASA MUDA SAMPAI DENGAN PAROH BAYA
1.          Anak bungsu Kartonyono ini lahir pada th.1938. Setamat SR di Ngunut, Soeharmadji melanjutkan ke SMP dan SMA di Surabaya (Ikut kakak sulungnya). Seperti kakak sulungnya Soeharmadji bekerja di DAMRI Surabaya.
2.          Th. 1963 Soeharmadji menyunting Sutrimah yang asal Sumbergempol. Sayang perkawinan yang telah membuahkan seorang anak ini gagal. Soeharmadji menikah lagi dengan Suminten (Min) yang Guru STM di Surabaya.
3.          Dia terpaksa pensiun muda oleh karena ada kemelut perusahaan ditubuh DAMRI. Dengan keuletannya Soeharmadji beralih profesi menjadi guru di beberapa sekolah swasta  Sementara itu  dia juga telah meneyelesaikan studi sarjananya  ( S1).

B.      MASA TUA
1.          Soeharmadji yang pensiunan DAMRI bersama isterinya yang pensiunan Guru STM, menikmati masa tuanya di Sidoarjo.
2.          Semua anaknya telah berkeluarga dan hidup terpisah diberbagai kota : Dampit, Malang, Surabaya, Denpasar dan Jakarta.

C.      KETURUNAN SOEHARMADJI
1.          Seperti di singgung didepan, dari isteri pertama Soeharmadji memperoleh seorang anak (Yun 1964) Yun bersama keluarganya (suami dan 4 orang anak) tinggal di Dampit Malang.
2.          Dari isteri kedua, Soeharmadji memperoleh 4 (empat) orang anak yaitu Anto      ( 1969) yang bekerja di Perusahaan Farmasi di Surabaya, Andi (1970) PNS pada  Direktorat Jenderal Anggaran Kemerterian Keuangan Jakarta, Anton (1972; Wiraswasra di Malang) dan Antin (1980; mengikuti suaminya di Denpasar.   Semua menjadi Sarjana dari disiplin ilmu yang berbeda.
3.          Dari kelima orang anaknya, Soeharmadji memperoleh 9  orang cucu.

mbah djiem


V.   SOEDJIEM   ( 1936 )

A.      MASA MUDA SAMPAI DENGAN PAROH BAYA
1.         Soedjiem lahir pada th. 1936. Berbeda dengan kedua kakak perempuannya (Moesringah dan Pongah) yang dewasa pada jaman Belanda dan juga terkungkung adat Jawa kawin muda maka Soedjiem dewasa pada jaman kemerdekaan dan ikut pergaulan moderat untuk ukuran saat itu (tahun lima puluhan). Soedjiem yang lulusan Taman Dewasa (SMP) menikah dengan Djoeri yang asal Banjarmasin tetapi tinggal/berdagang di Tulungagung  pada  th. 1963 (pada saat Soedjiem berumurt 27 th). Sayang perkawinan yang telah membuahkan seorang anak ini gagal. Soedjiem menikah lagi dengan Mulyadi yang pegawai jajaran kesehatan.
2.         Dimodali kakaknya (Pongah). Soedjiem pernah membuka kios sembako kemudian batik di Pasar Ngunut. Karena berbagai hal kios tersebut kemudian di tutup.

B.      MASA TUA
1.         Suami Soedjiem  yang kedua (Mulyadi) wafat pada th. 2004 dengan mewariskan pensiunnya. Sementara itu anak-anak Soedjiem telah berkeluarga dan hidup terpisah bersama keluarga masing-masing. Soedjiem tinggal hidup sendirian dengan ditemani 2 (dua) orang cucunya (anak Nunung)
2.         Dialah (Soedjiem) satu-satunya anak Kartonyono yang menempati tanah – rumah warisan bagiannya.

C.      KETURUNAN SOEDJIEM
1.         Seperti disinggung di depan, dari suami pertama (Djoeri) Soedjiem mempunyai seorang anak (Totok 1964). Ayah Totok yang orang Banjar itu meninggal saat totok sekolah di SPMA Tulungagung. Warisan dari Bapaknya oleh Totok dimanfaatkan  untuk meneruskan dan menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang. Selepas wisuda, Totok ditarik kakak sepupunya ( Yohn ) ke Pekanbaru Riau dan kemudian bekerja di perusahaan perkayuan di Pekanbaru Riau. Dia menikahi gadis Minang dan menetap di Pekanbaru. Totok mempunyai 2 (dua) orang anak.
2.         Dari suami kedua Soedjiem memperoleh 4 (empat) orang anak yaitu Kolis (1972), Teguh (1970) , Nunung ( 1972)  dan Bagio (1976). Semuanya sudah berkeluarga dan juga sudah mempunyai keturunan. Mereka tinggal diberbagai kota yaitu : Ngunut, Rejo tangan, Surabaya dan Sumedang.
3.         Dari kelima orang anaknya Soedjiem memperoleh 12 (dua) belas cucu. 

"sang Kolonel"


1.      Y.S. HENDRA  ( 1930 –  2006)

A.    MASA MUDA SAMPAI DENGAN PAROH BAYA
1.      Yusuf Sapuan Hendraatmadja yang lebih dikenal dengan Y.S. Hendra lahir pada th. 1930. Dia jiga diangkat sebagai anak oleh Pakdhe-nya ( Doyo, kakak sulung Ibunya ) Setamat SR dia melanjutkan ke SMP terus SMA. Dalam peperangan dengan Belanda dia ikut berjuang sebagai Tentara Pelajar. Setamat SMA dia diterima di Kepolisian dan ditugaskan di Surabaya.
2.      Th. 1956 Y.S Hendra menyunting Sutini yang asal Ngunut. Sayang perkawinan yang telah membuahkan seorang anak ini gagal. Y.S Hendra menikah lagi dengan Rosa yang asal Surabaya.
3.      Kariernya di kepolisian cukup bagus. Pernah menjadi BRIMOB dan ditugaskan di Sulawesi Selatan untuk ikut menumpas pemberontakan Kahar Muzakar. Kembali lagi ke Jawa ditugaskan menjadi Polisi di Jawa Timur. Awal tahun tujuh puluhan sampai dengan awal delapan puluhan berturut-turut menjadi Kapolres Pacitan, Ngawi, dan Probolinggo  Terakhir di Polwil Malang sampai pensiun dengan pangkat  Komisaris Besar ( Kolonel )

B.     MASA TUA
1.      Th. 1986 Y.S Hendra pensiun. Sesudah itu dia masih sempat beberapa tahun bekerja di salah satu Perusahaan Swasta di Malang.
2.      Th. 2006 Y.S. Hendra wafat diusia 76 tahun dan dimakamkan di Malang.

C.    KETURUNAN Y.S. HENDRA
1.         Seperti sudah disinggung di depan dari isteri pertama (Sutini) Y.S. Hendra memperoleh seorang anak yaitu Heru (1958). Sarjana salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta itu saat ini masih bekerja di PT. Gudang Garam Kediri. Dia tinggal di Ngunut bersama isterinya (Gumik) yang mengelola Rumah Makan Rawon 3 generasi. Anak sulung Heru ( Fista) telah menikah sedang  2 (dua)  adiknya  (Amirul dan Iva )  masih kuliah.


2.         Dari isteri yang kedua Y.S. Hendra memperoleh 3 (tiga) orang anak yaitu Agnes (1965), Berna (1968), dan Jojo (1982) yang semuanya Sarjana dari disiplin ilmu yang berbeda. Mereka sudah berkeluarga (yang terakhir adalah Jojo, menikah bulan Nopember 2010). Agnes telah memperoleh 2 orang anak yaitu Helen dan Ina. Berna juga memperoleh 2 orang anak yaitu Ave dan Anchilla. Rosa dan 3 (tiga) orang anaknya, semuanya tinggal bersama keluarga masing-masing di Malang.
3.         Keturunan Y.S. Hendra selengkapnya sampai dengan th. 2010 sebanyak 4 (empat) orang anak , 7 (tujuh) orang cucu dam 1 orang buyut.
















oemiyati alias pongah


 PONGAH   ( 1928 )

A.    MASA MUDA SAMPAI DENGAN PAROH BAYA 

1.      Anak ketiga Kartonyono ini lahir tahun 1928 dengan nama Oemiyati. Karena sakit-sakitan oleh Pak Dhenya (Doyo yang paranormal) diganti menjadi Pongah (asal kata Pahang, wuku  kelahirannya).
Setamat SR sebenarnya Pongah ingin masuk ke Normal scholl (Sekolah Guru) namun urung karena keburu dinikahkan dengan Moekmin yang pegawai DKA dan mondok dirumah orang tuanya. Gagal menjadi guru Pongah lantas mempunyai obsesi besar dalam hal pendidikan anak-anaknya. Dia ingin anak-anaknya sekolah di Gajah Mada, karena sepengetahuannya Gajah Mada itu “sekolah dhuwur: (Sekolah yang tinggi). Selebihnya dia tidak, faham apa itu Universitas apa itu Fakultas.
2.      Untuk itu dia bekerja ekstra keras mulai dari kecil-kecilan membuat makanan ringan, telor asin, kerajinan tangan, membuka kios sembako kemudian kios batik di Pasar Ngunut (bekerjasama dengan dengan adiknya), andil dagang sepeda, dan berbagai kegiatan dagang lain dilakoninya. Alhasil sebagian besar obsesinya dapat terwujud yaitu 4 (empat) orang anaknya menjadi sarjana UGM (Pertanian 2 orang, Kehutanan 1 orang, Sastra Arkeologi 1 orang). Sementara yang seorang menjadi sarjana Teknik Mesin non UGM. Anak sulungnya juga jebolan                D1  Pertanian UGM, hanya saja studinya putus karena keburu berkeluarga.
3.      Meskipun semua anak-anaknya telah bekerja dan berkeluarga, Pongah masih tetap berdagang makanan ringan utamanya Brem Madiun, Kerupuk Ikan   Mobilitasnya cukup tinggi dan jauh yaitu : Pasuruan, Surabaya, Tulungagung, Madiun, Surakarta, Yogyakarta, Wonogiri, Kutoarjo, Semarang, Purwokerto, Tegal, Cirebon bahkan sampai Cianjur.
   
B.     MASA TUA
1.      Dalam usia 82 tahun  (2010) Pongah masih aktif berdagang. Hanya saja lebih dari separoh langganannya sudah diserahkan kepada 2 (dua) orang anaknya. Sebenarnya anak-anaknya ingin agar Ibunya (Pongah) beristirahat mengingat usianya yang sudah semakin tua bahkan sangat tua. Namun Pongah yang berpendirian teguh ini tetap belum mau beristirahat.
2.      Suaminya (Moekmin) telah mendahului wafat th. 2005 diusia 85 th, dengan meninggalkan warisan pensiun untuk Pongah.
3.      Saat ini Pongah berada di Yogya ditemani anak perempuannya (Wiwik) dan 2 (dua) orang cucunya (Panji dan Lita yang anak Wiwik).

C.    KETURUNAN PONGAH
1.      Pongah mempunyai 8 (delapan) orang anak yaitu Mudjito (1944)  ; wafat 24 September 2011, karena sakit jantung, Mudjoko (1946)  Mudjiastuti (1949)  Sri Yunani (1951; wafat th. 2003 diusia 52 tahun karena sakit jantung).  Yohn Sudjianto (1953)  Wiwik Kunmiati (1957),  Edi Purwanto (1960) dan Idar Widiono (1966). Tiga orang anaknya yang lain meninggal saat masih bayi / kecil. Anak-anak Pongah tersebut semuanya sudah berkeluarga dan semuanya juga sudah mempunyai keturunan.
2.      Anak – anak dan cucu – cucu Pongah tersebar di berbagai kota yaitu : Ngunut, Wlingi, Kesamben, Sidoarjo, Surabaya, Gresik, Ungaran, Semarang, Banjarnegara, Tasikmalaya, Depok, Payakumah Sumatra Barat dan yang terjauh ada di Melbourne Australia.
3.      Keturunan Pongah selengkapnya sampai dengan th. 2010 sebanyak 8 orang anak, 23 cucu dan 24 buyut.
        Disamping itu, seorang keponakan Pongah ( Totok , anak Soedjiem ) yang dewasa  di lingkungn 
        keluarga Moekmin + Pongah, telah dianggap anak sendiri oleh Pongah.

Tentang Moesringah


MOESRINGAH  (1925 -  1997 )

A.    MASA MUDA S/D PAROHBAYA
  1. Anak ke-2 Kartonyono ini lahir pada tahun 1925. Setamat SR, Moesringah menikah dengan seorang pegawai Pos. Sayang perkawinan ini gagal. Janda kembang Moesringah menikah lagi dengan Misran duda berabak 1 (satu) yang seorang pegawai DKA. (PT. KAI)
  2. Membantu suaminya mencari nafkah, Moesringah membuka cafe (kedai) di Stasiun Ngunut. Cafe ini kemudian pindah menjadi warung di sebelah selatan Stasiun Nganut. Warung yang buka mulai jam 04.00 pagi sampai dengan 11.00 siang itu kemudian diwariskan kepada anak perempuannya dan sampai sekarang masih sangat laris.

B.     MASA TUA
Th 1976,    suaminya (Misran) mendahului wafat. Janda pensiunan ini masih terus membuka warung seperti tersebut didepan. Th. 1997 Moesringah wafat dalam usia 72 tahun. Dimakamkan di Pemakaman Olak – alung Ngunut, berdekatan dengan makam suaminya.

C.    KETURUNAN MOESRINGAH
1.      Moesringah mempunyai 3 (tiga) orang anak yaitu Mudianto ( 1944 – 2006), Risniati (1950) dan Gendut Ranusuwito (1955 – 2000). Sayang ketiga anak Moesringah tersebut tidak mempunyai keturunan Risniati anak perempuan Moesringah yang mewarisi warung tersebut di depan bersama suaminya Suyitno, saat ini tinggal dirumah warisan orang tuanya yang letaknya tidak jauh dari warung dimaksud.
2.      Anak Tiri Moesringah (Anak Misran dari isteri terdahulu) yaitu Sukirlan mempunyai 5 (lima)  orang anak 14 cucu dan 1 orang buyut. Sukirlan yang pensiunan TNI – AL sekarang ada di Kamal Madura.


si anak sulung


I.  DJOEMALI  (1922 – 1986)

A.    MASA MUDA SAMPAI DENGAN  PAROHBAYA
1.      Anak sulung pasangan Kartonyono + Yatinah ini lahir pada tahun 1922. Seperti halnya 5 (lima) orang adiknya, dia lahir di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung. Setamat SR (sekarang SD) Djoemali masuk Ambaschool (SMP Kejuruan Teknik) di Malang.
2.      Dengan modal Ijazah Ambaschool, Djoemali bekerja di DAMRI (Djawatan Angkutan Mobil R.I) di Kediri. Terdorong oleh 2 (dua) adik perempuannya yang telah menikah lebih dulu, maka pada tahun 1944 Djoemali menyunting Siti Murwani yang anak seorang Kepala Stasiun di wilayah Blitar.
3.      Tahun 1953 Djoemali pindah tugas ke DAMRI Surabaya sampai pensiun.

B.     MASA TUA
1.      Tahun 1972 Djoemali Pensiun. Dalam masa pensiun dia tetap aktif berkegiatan, antara lain membantu teknis pembangunan rumah adiknya (Pongah) di Ngunut.
2.      Tahun 1986 Djoemali wafat pada usia 64 th. Dimakamkan di Pemakaman Rangkah  Surabaya.

C.    KETURUNAN DJOEMALI
1.      Selama 5 (lima) tahun pertama perkawinanya, Djoemali belum memperoleh anak. Sesuai kepercayaan “Jawa” maka untuk “memancing” punya anak sendiri, dia mengadopsi anak adiknya (Pongah). Tentang ini ada cerita tersendiri sebagai berikut:
Karena ada peperangan dengan Belanda (tahun 1948 – 1949) Pongah bersama keluarga Kartonyono yang lain terpaksa mengungsi ke Desa yang jauh. Saat itu Pongah telah mempunyai 2 (dua) orang anak yang masih kecil (Mudjito 5 tahun, dan Mudjoko 3 tahun), sementara dia sedang hamil tua. Dalam pengungsian ini lahirlah anak ke-3 Pongah. Begitu repotnya Pongah “momong” ketiga anaknya yang masih kecil-kecil tersebut.  Melihat hal itu maka Siti Murwani yang kakak iparnya (isteri Djoemali) lantas sepenuhnya membantu “momong” bayi yang baru lahir tersebut. Sepulang dari mengungsi, bayi yang diberi nama Mudjiastuti itu tetap dimong Siti Murwani. Tanpa kata-kata serah terima, Mudjiastuti diadopsi menjadi anak “kandung” pasangan Djoemali + Siti Murwani. Tahun 1955 Djoemali mengadopsi anak lagi yang juga anak Pongah. Sayang anak yang diberi nama Sulistyowati ini tidak berumur panjang. Makamnya ada di Pemakaman Rangkah Surabaya. Tahun 1960 Djoemali benar-benar dikaruniai anak kandung yang diberi nama Agus Murwaniputro.
2.      Mudjiastuti yang anak “sulung” Djoemali, pada tahun 1969 menikah dengan Murdoto (1942 – 2004). Keluarga baru ini kemudian dikaruniai 3 (tiga) orang anak. Yaitu : Tina (1970) sekarang ada di Gresik, Yanti (1971) juga di Gresik, dan Yola (1976) menemani Ibunya di Surabaya. Ketiga orang ini telah mempunyyai keturunan. Masing-masing 2 (dua) anak, kecuali Yanti 3 orang anak.
3.      Agus Murwaniputro yang pada tahun 1984 menyunting Yanti juga mempunyai 3 orang anak, yaitu : Yusti (1986), Yesi (1991), dan Asza (1993) Agus Murwaniputro yang bekerja di BUMN Hotel INNA Simpang. Di tengah-tengah kepadatan kerjanya Agus bukan hanya mampu menyelesaikan studi S1-nya melainkan juga S2. Saat ini bersama keluarganya ada di Surabaya. Awal Juli 2010 baru saja menikahkan anak sulungnya Yusti.
4.      Sampai dengan tahun 2010 keturunan Djoemali sebanyak 2 (dua) orang anak dan 7 (tujuh ) orang cucu.

"simbah nyolong tebu"


Kartonyono adalah seorang mbah yang memperhatikan dan menyayangi cucu-cucunya. Suatu malam sekitar jam 20.00 di tahun 1956 dia berangkat kerja. Tiga orang cucunya yang saat itu berumur sekitar 11 tahun (Mudi, Djito, Djoko) mengikuti untuk bermain ditempat kerjanya. Rombongan kecil itu berjalan melewati jalan sepi dipinggir rel kereta api. Ada juga kebun tebu disisi seberang rel. Untuk menyenangkan cucu-cucunya Kartonyono menyempatkan diri “Nyolong tebu” dari kebun tebu tersebut. Tidak seberapa nilainya tetapi bukan main senangnya ketiga orang cucu tersebut. Sudah lewat setengah abad tetapi kenangan itu masih membekas dihati cucunya.

kesaktian 'dluwang' mbah teni


Teni (1905-1995) adik Yatinah. Pada th 1989 (yang berarti pada saat itu usianya telah lebih dari 80 th) dia bepergian jauh ke Semarang yang jaraknya sekitar 350 KM dari Desanya di Tulungagung. Dia jarang bepergian jauh dan sama sekali tidak tahu tentang kota Semarang. Ingat, usianya sudah berkepala delapan. Menyadari hal itu dia yang tidak lancar baca tulis menggunakan akal secara cerdik. Dia membawa secuil dluwang (sesobek kertas) yang berisi nama dan alamat cucunya di Semarang. Setiap kali naik Bus/Angkutan umum, ditunjukkannya dluwang tadi kepada kondektur/kenek/pengemudi sambil bertanya harus turun dimana dan harus naik kendaraan yang mana lagi. Alhasil dengan berestafet dari Tulungagung-Trenggalek-Ponorogo-Madiun-Surakarta-Semarang, sampailah dia dengan selamat dirumah cucunya di Semarang.
Hal lain tentang Teni : sampai usia mendekati 80 tahun dia masih mampu bersepeda dari Dusunnya Patikrejo Tulungagung ke Panjerejo Ngunut yang jaraknya lebih dari 20 KM x 2 PP.

"jimat iruse rondho"


Yatinah mempunyai hobi main judi ceki kecil-kecilan (ceki = main judi dengan menggunakan kartu cina). Dia jarang sekali kalah dalam bermain judi. Rahasianya dibeberkan kepada cucunya berupa petunjuk “Yen pengin menangan main, nyolongo iruse rondho telon”. (Kalau ingin selalu menang dalam main judi, pakailah jimat berupa sendok sayur yang harus dicuri dari satu keluarga 3 anak beranak, embah, anak, cucu, yang semuanya janda). Nah, kalau ada yang ingin jadi jagoan judi temukan dulu rondho telon itu. Ingat petunjuk tadi bukan isapan jempol karena sedikit banyak Yatinah mengetahui kejawen dan bapaknya adalah seorang paranormal/dhukun.