sAudaRA yaTinaH


Yatinah adalah anak ke-3 dari 7 bersaudara yaitu: Doyo, Paidjo, Yatinah, Teni, Supinah, Tumidjah dan Museni. Doyo, Suprinah dan Tumidjah tidak mempunyai keturunan. Museni mempunyai seorang anak perempuan semata-wayang yang juga tidak mempunyai keturunan. Keturunan Paidjo dan Teni cukup banyak. Sebagian ada di Patikrejo Tulungagung. Sementara itu Pak.dhe Yatinah (Uceng = kakak ibu Yatinah) mempunyai keturunan yang antara lain ada di Ngunut ( Keturunan Markinah, Murtinah).

Tentang kelebihan bapaknya ( Partontani) sebagai Paranormal/dhukun/wong pinter diwariskan kepada Doyo anak sulungnya sebagian juga dikuasai adik laki-laki Yatinah yaitu Teni dan Museni. Yatinah sendiri hanya mewarisi pengetahuan tentang mencari hari baik dalam penetapan hari suatu hajat/keperluan penting(Pernikahan,Khitanan,Membangun rumah,bepergian,
Dsb). Satu dua anaknya juga mewarisi pengetahuan tersebut. Satu dua cucunya ada yang ikut mengetahui pengetahuan itu meskipun dalam kadar yang sangat sedikit.

A.    SAUDARA ANGKAT
Darmi, Bambang gedhe dan Bambang cilik.
1.      Tumijah yang adik Yatinah mengadopsi Darmi (ibu kandung Darmi meninggal saat Darmi masih kecil). Darmi sebenarnya juga keponakan ipar Tumijah. Ayah Darmi (Sastro) adalah adik Soewiryo yang suami Tumijah.. Darmi (+  1932-2010) meninggal di Ngebruk Kepanjen Malang dengan meninggalkan seorang anak semata wayang yaitu Bambang Gedhe dan beberapa cucu.
2.      Bambang gedhe adalah anak Darmi yang berarti juga cucu Tumijah. Sejak kecil diadopsi oleh menjadi anak Tumijah. Bambang gedhe wafat tahun 2010 di Surabaya. Keluarga yang ditinggalkan (isteri, anak dan cucu) saat ini ada di Surabaya.
3.      Bambang Cilik.  Tumijah mengadopsi anak lagi yaitu Bambang cilik yang berasal dari keluarga suaminya di Surakarta. Saat ini Bambang cilik dan keluarganya ada di Mojosari Mojokerto.

B.     SAUDARA LAIN
Sumewo  Sumewo adalah anak Sastro yang berarti anak keponakan  suami Tumijah ( Soewiryo ) . Saat ini Sumewo ada di Surabaya.

C.    KETERANGAN
Bambang cilik dan Sumewo masih tetap berkomunikasi dengan Agus Djoemali dan Tuti Pongah. Sementara itu dengan keturunan Kartonyono yang lain praktis sudah tidak ada komunikasi apalagi silaturahmi.